AGTL Ny. Nani S Eksis Sejak 23 tahun, dan Go Franchise
Restoran Ayam Goreng Tulang Lunak Ny. Nani S sudah beken di Jakarta. Pelopor ayam tulang lunak ini terkenal sebagai rajanya nasi boks. Tahun ini mulai difranchisekan. Jika kebetulan jalan-jalan ke daerah Rawa Sari, Jakarta Timur, cobalah ke Jl. H. Ten Raya No. 7A. Di sana Anda akan menemukan salah satu kuliner ayam tulang lunak paling top di Indonesia yang bernama Ayam Goreng Tulang Lunak Ny. Nani S atau biasa disebut AGTL. Restoran tersebut sudah berdiri sejak 1989 dan didirikan oleh Ny. Nani S. Dari sebuah tenda yang semula menjual nasi uduk bermetamorfosis jadi warteg, lalu menjadi restoran ayam goreng tulang lunak. AGTL bisa dibilang sebagai pelopor ayam tulang lunak di Indonesia. Restoran ini juga yang mengedukasi masyarakat makan ayam tulang lunak. “Kita memang perintis ayam goreng tulang lunak. Karena waktu itu, sekitar 1994-an restoran kita sudah fokus menjual ayam goreng tulang lunak dan mulai menggunakan nama Ayam Goreng Tulang Lunak Ny. Nani. S yang sekarang familiar sebagai AGTL,” ujar Nurcahyo, Generasi Kedua yang mengelola AGTL. Waktu itu, lanjut Nurcahyo bercerita, yang ramai sekitar tahun 1990-an adalah ayam presto. “Belum ada istilah ayam tulang lunak, kita lah yang memperkenalkan,” tandasnya. AGTL memang berbeda dengan ayam presto. Restoran ini tidak menggunakan teknologi atau alat pelunak tulang yang sekarang dikenal sebagai alat masak presto. Akan tetapi menggunakan panci besar. “Waktu itu idenya bandeng saja bisa lunak mengapa ayam tidak,”ungkapnya. Setelah melewati pase trial and error selam 4 tahun barulah menghasilkan tulang lunak yang pas. Selama proses trial and error, kata Nurcahyo, orangtuanya pernah menggoreng ayam dalam panci 100 ekor ayam jadi daging dan tulang kumpul semua. “Hingga pada suatu ketika kita menemukan cara memasak dan menggunakan rempah-rempah yang membuat tulang ayam menjadi lunak. Sampai saat ini kita masih menggunakan panci besar yang mampu menampung 100 hingga 150 ekor,” bebernya. Selain rasa ayamnya yang khas dengan campuran rasa manis, gurih, asin, lanjut dia, AGTL juga memiliki keunggulan di ukuran ayamnya yang besar. AGTL memiliki berat 1,7 – 1,8 kg. Sementara yang lainnya paling besar 1,2 kg. “Ada yang bilang ayam kita seperti ayam raksasa karena ukurannya besar dari dahulu hingga kini ukuran kita masih tetap begitu,” katanya. “Karena satu prinsip kita yang sampai kini bertahan adalah berapapun jumlah produksinya jangan sekali-kali mengurangi kualitas dan standar yang sudah disukai konsumen. Kita juga membeli bahan baku sendiri, termasuk rempahnya tanpa bahan pengawet. Harga kita pun Dari tiga tahun yang lalu sampai sekarang sama walau BBM sempat naik yaitu satu potong ayam seharga Rp 15 ribu, dan menu paket mulai Rp 21 ribu, Rp 25 ribu, hingga Rp 31 ribu,” ujar Nurcahyo. Kini, AGTL sudah memiliki 4 cabang di Jl. Tipar Cakung No 23, Jl. Jatiwaringin Raya No. 28B, Jl. Raya Pondok Kelapa, dan Jl. Margonda Raya No. 398. AGTL juga sudah diliput hampir semua televisi dan media cetak. “Kita semua sudah diliput oleh stasiun televisi, termasuk Net. TV. Yang belum meliput kita hanya Metro TV. Efek publikasinya memang luar biasa,” terang Nurcahyo. Rajanya nasi boks Begitu populernya AGTL, tidak heran jika restoran ini bisa menghabiskan 2000 piece ayam setiap harinya. Setidaknya 500 ekor ayam bisa terjual habis dan bisa mengantongi omset ratusan juga perbulannya dari penjualan ayam dan menu-menu lainnya. “Fokus kita sekarang ke 7 item produk yakni ayam goreng, ayam bakar, ayam opor, tahu tempe bacem, sayur asem, gudeg, dan krecek. Menu bebek sama botok patin setelah wisata kuliner di Solo ternyata mendapat respon juga tapi masih baru,” kata Nurcahyo. Meski demikian, kata dia lagi, AGTL tidak hanya mengandalkan pengunjung yang datang, tapi nasi boks yang menyumbangkan omset cukup besar. Sejak 1997 kita sudah main di nasi boks, waktu itu baru sekitar 200 hingga 300 boks perharinya dan masih daerah tertentu. “Karena saya juga masih bekerja di perusahaan otomotif,” katanya. Begitu dirinya resign dari perusahaan otomatif dan fokus mengelola AGTL, Nurcahyo pun mulai agresif menyebar brosur kecil dan mengirim proposal ke berbagai instansi dan corporate, hingga menyelipkan brosur kecil di nasi boks. “Dari situ lah pesenan nasi boks AGTL membludak. Sekarang di sini setiap harinya sekitar 1000 nasi boks. Makanya label kita adalah Rajanya Nasi Boks,” tuturnya. Menurutnya, AGTL mampu memenuhi pesanan10 ribu nasi boks perhari. Pada event tertentu kita mampu karena pernah suatu ketika partai Nasdem memesan 12 ribu boks di Senayan, tapi itu temporer. Yang sering Astra Grup yang bisa pesan 6000 boks. Seluruh jaringan Astra dari Jakarta sampai Karawang sudah kita layani. “Kalau jaringan Astra terjelek pesen minimal 2500 boks,” katanya “Badan POM pernah pesan 1500 boks, perpustakaan nasional, Hankam, Markplus, Universitas Pertahanan, peletakan batu pertama Daihatsu di Karawang Timur sudah pernah pesan juga. Pesanan nasi boks kita pernah menjangkau Karawang Timur, hingga Tangerang Teluk Naga,” ungkapnya. Demi memenuhi permintaan yang banyak menjadi mitra bisnisnya, AGTL menawarkan peluang franchise mulai tahun ini dengan investasi Rp 230 juta dengan ukuran gerai minimal 75-85 meter atau standar ruko. Investasi tersebut di luar tempat dan SDM. “Seluruh reklame, equipment, business tools, 99 item produk semua dikasih. Jadi 100 persen keuntungan untuk mitra bisnis semua karena kita tidak memungut royalti fee sampai mitra bisnis mencapai BEP,” kata Nurcahyo. Alasan Nurcahyo belum memungut royalty fee hingga mitra bisnis mencapai BEP karena dia merasakan betapa sulitnya memulai usaha di awal. “Makanya kami mencoba sama-sama membangun usaha dengan mitra bisnis. Mitra bisnis akan mencapai BEP dalam kurun waktu 22 bulan dengan asumsi 2 juta omset perbulannya atau 70 and 80 porsi perhari,” terangnya.
Tidak ada komentar: