LEARNING NEVER ENDS…
Dalam satu sesi pelatihan untuk pembekalan promosi level supervisor di salah satu perusahaan otomotif beberapa waktu lalu ada diskusi yang menarik saat ditanya apakah kita masih terus belajar mengikuti perkembangan terhadap ilmu pengetahuan yang kita minati dalam menghadapi dunia yang semakin kompetitif? Jawaban sebagian besar peserta sungguh mengejutkan. Mereka merasa bahwa sesudah lulus pendidikan dan mendapatkan pekerjaan, mereka merasa sudah tidak perlu bersusah payah belajar lagi untuk mendapatkan pengetahuan baru. Di lain pihak, dalam suatu survei independen untuk mengetahui berapa jam karyawan yang masih tetap menyediakan waktu sepulang bekerja untuk belajar di waktu tertentu secara mandiri, bukan karena disuruh perusahaan ataupun karena di sekolahkan perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa karyawan muda lebih banyak menghabiskan waktunya sepulang bekerja untuk menonton TV dengan berbagai sinetron yang mutunya dipertanyakan ataupun bermain “game” di gadgetnya setiap hari. Sebagian lagi waktunya dihabiskan untuk mengecek dan memberi komentar atau sekedar “chit-chat” di social media, mulai dari facebook, twitter, path, we chat, instagram dll. Informasi yang diterima menyita waktu mereka tanpa mereka sadari bahwa informasi itu mereka butuhkan atau tidak. Overloaded terhadap informasi yang remeh temeh tapi tidak dapat ditolak ini melanda semua kaum muda dekade ini sejalan dengan bermunculan smartphone dengan harga terjangkau dan membaiknya jaringan network di Indonesia. Sedikit sekali usaha untuk memanfaatkan waktu dan teknologi yang tersedia untuk belajar mandiri secara serius terhadap ilmu pengetahuan yang kita minati. Karyawan tsb dengan alasan sudah tidak ingin berpikir yang berat lagi, mereka memilih untuk tidak membebani otak dan pikirannya dengan hal hal yang “sulit” lagi. Dari cerita dan temuan di atas kita tentu perlu melakukan introspeksi. Bagaimana kita dapat menghasilkan ide baru atau inovasi baru jika kita tidak disegarkan dengan pengetahuan baru, baik yang kita peroleh dari buku maupun dari internet. Adanya internet memasuki kehidupan manusia, sebenarnya belajar menjadi lebih mudah dibandingkan dengan dekade lalu. Dulu orang perlu membeli buku yang harganya tidak terjangkau untuk mencari informasi pengetahuan baru, tetapi sekarang pengetahuan menjadi begitu mudah diraih asalkan manusia perlu menyediakan waktu secara teratur untuk mencari informasi, mengolahnya menjadi pengetahuan dan mengolahnya menjadi output yang berguna bagi hidup kita maupun lingkungan kita. Dalam dunia digital ini, manusia mendapatkan akses yang tidak terbatas untuk mendalami pengetahuan baru maupun memperdalam pengetahuan yang kita minati. Saat ini sudah banyak tempat tempat umum menyediakan fasilitas hot spot ataupun fasilitas internet dengan mudah. Apa relevansinya dengan dunia franchise? Bisnis franchise yang berkembang dengan sangat cepat membutuhkan tidak hanya sekedar pengalaman, tetapi juga membuka diri terhadap informasi dan pengetahuan yang baru. Setiap tahun bermunculan bisnis franchise yang baru. Khusus di Indonesia, dibutuhkan kecepatan dan kejelian untuk mengatur strategi dengan menyerap pengetahuan baru supaya inovasi terus dapat dihasilkan, agar tidak tergerus dari franchise dari luar yang sekarang begitu banyak bermunculan di Indonesia. Inovasi menjadi suatu mandatory agar dapat terus menjadi diferesiasi yang jelas dari kompetitor yang ada. Jika bisnis franchise lokal sudah berkembang dengan baik, maka dibutuhkan keberanian untuk melakukan penetrasi ke negara lain. Keberanian untuk menjadi global player ini disamping membutuhkan dana yang tidak sedikit, tetapi yang jauh lebih penting adalah mencari peluang dan melakukan adaptasi terhadap model bisnisnya supaya dapat di sesuaikan dengan konteks negara yang bersangkutan. Bagaimana caranya?? Tidak ada kata yang lebih tepat selain terus menerus belajar. Proses pembelajaran (learning) tidak hanya menjadi tuntutan dari sang pemilik perusahaan, tetapi juga menjadi suatu kebutuhan dari seluruh organisasi di dalam perusahaan. Menurut Garvin ( 2000) dalam bukunya Learning in Action, ada beberapa cara pembelajaran ( learning), yaitu : experience ( pengalaman), experimentation ( percobaan/trial) dan intelligence (intelijen). Experience (pengalaman) is a good teacher. Practices make perfect. Kita mengenal on the job training, magang, practical problems untuk kepentingan pengembangan human capital di dalam organisasi kita. Tetapi bagaimana cara seorang pemilik perusahaan belajar melalui pengalamannya? Walaupun pahit, sering kita melihat bahwa justru sesudah mereka mendapatkan kegagalan, mereka malah kedepannya semakin sukses dan berkembang. Mereka semakin matang, peka dan terasah terhadap kemampuan dirinya. Mereka pada akhirnya akan mengetahui apa yang menjadi kekuatan dan kelemahannya. Ini lah proses pembelajaran terbaik, di saat manusia bisa melihat kegagalan sebagai proses yang positif, berusaha menemukan solusi atas permasalahannya dan menempanya untuk menjadi lebih baik. Experimentation ( percobaan/trial) menjadi salah satu cara kita belajar dengan lebih sistematis dan valid. Secara umum suatu ide baru akan dapat diyakini sebagai suatu pengetahuan baru/ cara baru /solusi baru jika sudah melalui tahap percobaan/trial ini. Dari percobaan ini lah, kita dapat mengetahui apa saja keberhasilan dan kegagalannya. Sebagai contoh bagaimana kita tahu bahwa membuka outlet masakan korea tertentu yang belum popular di Indonesia jika tidak pernah di coba dulu dalam skala kecil untuk melihat respon dan kekurangannya. Dari trial tersebut diketahui ternyata outlet itu kurang berhasil karena mereka lupa mengedukasi cara menyantapnya. Hal yang sangat sepele tetapi ternyata berdampak trhadap penerimaan produk yang dijualnya. Dari trial ini akhirnya diperbaiki cara mengedukasi konsumen dengan makanan baru tersebut, sehingga menjadi lebih familiar dan dapat diterima oleh konsumen sasarannya. Hal terakhir adalah intelligence, yaitu bagaimana kita mampu mengumpulkan dan menginterpretasi setiap informasi yang didapatkan dari luar organisasi. Ada beberapa cara, diantaranya adalah melakukan observasi dan wawancara, juga melakukan search melalui internet, perpustakaan, dan melakukan benchmark terhadap kompetitor. Generasi muda saat ini banyak yang memilih belajar menggunakan media internet search. Media ini akan menjadi temen setia asalkan digunakan secara bijak dan tidak mengaburkan tujuan semula, yaitu untuk belajar. Kemampuan melakukan filter terhadap informasi sangat dibutuhkan saat menggunakan media ini. Dari uraian di atas, penulis ingin menyimpulkan bahwa learning (pembelajaran) tidak pernah mengenal batas usia. Tidak ada kata stop hingga batas umur kita terhenti. Setiap saat ditantang untuk selalu mencari solusi atas semua masalah yang kita hadapi. Hanya orang yang mau menjadi pemenang dalam hidup yang akan terus belajar hingga akhir hayatnya, apapun caranya. Ir. Mirawati Purnama MSi. ? Director Change-Mate Consulting
Tidak ada komentar: