Warung Sangrai Pelopor Warung Olahan Daging Puyuh Bebas Kolestrol
Dikenal sebagai pelopor olahan daging puyuh bebas kolesterol, Warung Sangrai, menawarkan kemitraan usaha sejak 3 tahun silam. Seperti apa?
Bisnis kuliner berbahan dasar olahan unggas memang sudah lazim ditemui di beberapa kedai makanan. Umumnya menu-menu seperti olahan ayam dan bebek sudah pasti terpampang di daftar menu favorit resto tersebut. Namun lain cerita dengan apa yang ditawarkan oleh resto Warung Sangrai.
Bisnis yang berdiri pada 2011 ini mengusung sajian berbahan dasar burung puyuh sebagai menu andalannya. Asep Ishak Wiranta, General Manager Warung Sangrai mengatakan, Warung Sangrai menyuguhkan berbagai menu makanan yang berbeda dari resto pada umumnya. Menurutnya, burung puyuh olahan Warung Sangrai ini memiliki nilai kandungan nutrisi gizi yang lebih baik dan rendah kolesterol, dibanding produk unggas jenis lainnya.
Selain itu, Warung Sangrai juga menjadi pelopor resto yang menyajikan hidangan dari burung puyuh. Sehingga dari segi kompetisi bisnis, masih minim pesaing yang bisa mengikuti jejak resto yang berpusat di kota Bandung ini.
“Untuk menunya sendiri kita ada menu utama dan menu pelengkap. Untuk menu utamanya ada sajian olahan puyuh dan juga ayam. Untuk puyuhnya sendiri kita menyediakan varian 7 rasa, ditambah menu pelengkap seperti menu sayur dan beberapa hidangan pelengkap lainnya. Lalu ada juga menu minuman dari berbagai pilihan yang disediakan,” ujar pria biasa disapa Ishak ini.
Lebih lanjut dia mengatakan, selain menyajikan burung puyuh yang digoreng dan dibakar, untuk pilihan sambalnya pun beragam sesuai selera pelanggan. Comtohnya ada sambal ekstra rawit, cabe ijo, cabe garam, sambal tojo. dan macam sambal lainnya. “Belum lagi terdapat sentuhan tradisional yang kental pada setiap desain outlet Warung Sangrai, sehingga semakin mempertegas dirinya sebagai franchise kuliner unggulan anak negeri,” bebernya.
Untuk menjadi mitra waralaba Warung Sangrai, ada dua tipe bisnis yang ditawarkan. Pertama, food court, dengan nilai investasi yang ditawarkan mulai Rp 200 juta – Rp 350 an juta, dengan asumsi luas lahannya 100 meter persegi. Sedangkan kedua tipe resto. Mitra harus mengeluarkan investasi sekitar Rp 400 juta – Rp 600 juta.
“Tapi itu tergantung dari situasi dan lokasi tempat tersebut. Kami menerapkam royalty fee sekitar 5 %. Karena masih baru, saat ini dalam waktu 9 bulan kita sudah ada 10 outlet milik mitra. Sementara untuk outlet sendiri, kita adanya di Bandung,” kata Ishak.
Hingga saat ini, Warung Sangrai sudah memiliki 11 gerai yang tersebar di Bandung, Jakarta, Tangerang, Bekasi dan Bali. Dari jumlah gerai tersebut, sembilan unit gerai di antaranya merupakan milik mitra dan satu gerai sisanya milik induk usaha.
Ishak mengatakan, kerja sama usaha berlaku selama lima tahun. Setelah masa kontrak berakhir, biaya perpanjangan kerjasama akan disepakati selanjutnya. “mitra wajib membeli bahan baku yaitu daging puyuh dan bumbu-bumbu yang memakan biaya sekitar 40%−50% dari omzet tiap bulan,” katanya.
Selain menjual menu olahan daging puyuh, sambung Ishak, Warung Sangrai juga menjual nasi timbel, nasi tutug oncom, nasi goreng, cah kangkung, cah tauge, olahan tempe tahu, dan aneka minuman segar. Harga menu mulai dari Rp 6.000 hingga Rp 36.000 per porsi.
Ishak mengatakan, dari gerai pusat di Bandung, omzet rata-rata bisa mencapai Rp 150 juta per bulan. "Jika mitra usaha bisa mencapai target tersebut, targetnya mitra bisa balik modal dalam waktu 1,5 tahun," kata dia.
Alvin Pratama
Tidak ada komentar: