Perselisihan Franchise, Cara dan Mekanisme Penyelesaiannya
Ada beberapa istilah yang bisa membuat banyak orang bahagia dalam sehari-hari maupun dalam sector bisnis, yakni Agreed dan Approved or Confirmed. Dari ketiga istilah ini, seharusnya memberikan cerita yang bersifat berakhir bahagia atau “happy ending”, dan dengan bisnis yang lancar berjalan baik. Akan tetapi, kadangkala dalam bisnis yang telah dikerjakan tidak sesuai dengan tujuan dan bahkan menuju kebangkrutan. Maka dengan masalah yang seperti itulah, usulan mekanisme perselisihan guna menyelesaikan hal tersebut dibutuhkan.
Pada dasarnya dan umumnya, dalam perjanjian franchising ataupun BO (business Opportuniy) tersebut ada beberapa point usulan yang tengah mengatur dalam tujuan akhir yang sama-sama menguntungkan dari kedua belah pihak untuk memajukan usaha serta tujuan yang diinginkan. Namun dalam kenyataannya bila kerjasama dalam mencapai tujuan tersebut tidak selalu berjalan dengan mulus, bahkan banyak timbul perselisihan antara franchise dengan franchisor tersebut karena banyak hal. Maka bila terjadi tersebut, semua permasalahan dan perselisihan harus dimusyawarahkan dengan pihak yang terkait. Bila saja musyawarah tidak memberikan penyelesaian, maka harus ditempuh dengan mekanisme khusus yang harusnya bisa disepakati oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
dan dalam beberapa kasus ada yang masiih bersikukuh dengan sifat keras kepala di satu pihak, dan bila hal itu mekanisme pernyelasaianpun justru menimbulkan masalah baru maka tidak ada jalan lain dan harus diselesaikan dalam bentuk yang melibatkan pihak ketiga sebagai pengengah serta pemberi keputusan, system tersebut kalau di Indonesia harus menyelesaikan dengan pihak ketga yakni “pengadilan”.
Hukum yang berlaku dalam surat perjanjian franchise sudah bisa menjadi salah satu bukti untuk diangkat dalam pengadilan, sebab dalam surat perjanjian tersebut sudah sah dan berbadan hukum. Dengan penngajuan ke pengadilan seperti di Indonesia, istilah yang digunakan adalah governing low atau choice of low yang masih berlaku dlam perjanjian arbitrase dimana perjanjian operasional franchise tersebut ada.
Hal tersebut diberlakukan dan dijadikan sebagai alat untuk pengadilan karena pasti semua dan segala aktifitas franchise tersebut seperti pelaku atau para pihak, konsumen, supplier serta lokasi franchise tersebut berada. Jadi dalam perjanjian yang menjadi bahasa pengantar seharusnya juga dimengerti dan dipahami oleh para franchise tersebut, choice of forum pada umumnya adalah pilihan yang paling tepat bagi para pihak yang terkait. Namun bila dalam kasus ini pihak tidak memilih musyawarah, para pihak terkait bisa memilih forum tertentu yang akan berlaku mekanisme hukum acara.
Para pihak terkait bisa memilih forum lainnya, dan pada umumnya kebanyakan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul mereka memilih forum hukum seperti pengadilan negeri. Sedangkan bila ada forum lain yang bisa menjadi alternative, adalah forum mediasi, negosiasi, dan konsiliasi serta atribase dan masiih banyak lainnya yang bisa menjadi alternative solusi permasalahan yang timbul.
Mekanisme darurat ini bisa digunakan saat franchise dan franchisor berseteru, maupun BO dengan mitra bisnisnya. Dan yang terpenting lagi adalah sebelum melakukan pengajuan atas kasus dugaan yang timbul sebaiknya bagi kedua belah pihak untuk kembali memaca surat perjanjian kerja sama, hal itu penting karena semua surat perjanjiian sudah sah secara hukum. Sedangkan bila terjadi perselisihan antara brand atau franchisor, bisa langsung menempuh jalur hukum dimana jalur hukum ini adalah pegadilan atas dugaan serta laporan tertentu melalui pihak berwajib terlebih dahulu (Polisi). Jadi bukan hal yang mudah dalam mengurusi perselisihan bagi kedua belah pihak bila semua yang terkait keras kepala, dan hal itulah pentingnya pengadila/hukum/polisi untuk menjadi mekanisme penyelesaian perseteruan tersebut.
Tidak ada komentar: