Ads Top

Low Risk ?








Bergabung dengan salah satu tim pembekalan persiapan pensiun membuat saya memahami persepsi anggota tim ini tentang waralaba. Menurut mereka, peluang waralaba itu memiliki resiko “tingkat menengah”.

Apa yang dimaksud dengan resiko tingkat menengah?

Persepsi mengenai tingkat resiko sebenarnya dapat ditinjau dari 2 sisi. Yang pertama, dari sisi perasaan shock kalau bisnis waralaba itu gagal alias kalau “modalnya lenyap”. Dapat ditebak, tingkat resiko rendah berarti nilai investasinya rendah, seperti BO atau kemitraan berupa bisnis gerobak-an atau gerobak-chise. Tingkat resiko tinggi berarti nilai investasinya tinggi, dan ini sifatnya relatif karena tergantung kekuatan modal seseorang.

Yang kedua, dari sisi peluang suksesnya. Nah, kita akan gali lebih jauh terkait peluang sukses ini ...

Buka Sendiri

Saya sering melontarkan pertanyaan kepada franchisor, mengapa tidak buka sendiri kalau bisnisnya hampir tidak mungkin gagal. Untuk suatu bisnis yang di atas kertas terlihat menjanjikan, apalagi kalau sudah teruji dalam arti sudah punya beberapa gerai sebelumnya, saya yakin banyak Bank yang mau kasih kredit investasi, dengan atau tanpa agunan.

Kalau suatu bisnis diketahui balik modalnya 2 tahunan, lalu ditawarkan sebagai peluang waralaba, saya yakin laba usaha yang akan dinikmati terwaralaba nilainya lebih besar daripada bunga kredit bank. Kalau resiko gagalnya rendah, dan ada bank yang mau kasih kredit, alasan apa saja yang membuat seorang pebisnis untuk memilih mewaralabakan bisnisnya, dan bukan ambil kredit untuk buka usaha sendiri?

Kepegawaian

Menurut saya, salah satu faktor (yang masuk akal) mendorong seseorang mewaralabakan bisnisnya, ketika resiko gagalnya rendah dan ada bank yang bersedia kasih kredit, adalah masalah kepegawaian. Dan itu berarti terwaralaba harus siap dengan permasalahan kepegawaian ini.

Masalah kepegawaian itu mulai dari mencari pegawai, memastikan pelatihan dapat berjalan baik sehingga kualitas layanan dan produk relatif stabil ketika terjadi pergantian pegawai, hingga mengelola keseharian dari segala aspek kepegawaian.

Kehilangan Barang

Faktor lain yang bisa jadi pendorong diwaralabakannya suatu bisnis adalah resiko kehilangan barang alias tercurinya barang oleh pelanggan maupun oleh pegawai. Sebagus apapun suatu sistem pengawasan dimiliki dan dijalankan, biasanya tindak pencurian tidak bisa dicegah 100%. Yang dapat dibentuk dari sistem yang bagus adalah membuat keberanian untuk mencuri menjadi lebih rendah, karena pegawai tahu atau dibayangi pikiran bahwa tindakannya pasti cepat ketahuan.

Masalahnya, kalau tidak melibatkan pemilik modal (terwaralaba), resiko kurang telitinya pengawasan akan tetap menghantui, meski sistemnya sudah tersedia. Selain tingkat ketelitian pegawai dipersepsi lebih rendah, kalau satu tim kompak hendak mencuri, maka sistem sebaik apapun akan relatif jadi lumpuh. Saya katakan relatif karena yang lumpuh adalah pada level gerai. Bila di tingkat kantor pusat atau pewaralaba cermat, tanda-tanda pencurian seharusnya terdeteksi bila sistemnya dibangun dengan baik dan dilaksanakan oleh tim kantor pusat.

Resiko Tingkat Menengah ?

Dari uraian di atas kita paham bahwa penawaran waralaba tidak selalu memiliki tingkat resiko menengah. Namun peluang waralaba yang rendah resikonya memiliki beberapa konsekuensi logis, seperti pengelolaan kepegawaian, dan pengawasan yang ketat untuk meminimalkan resiko pencurian.

Bila pengelolaan pegawai tidak rumit dan resiko kehilangan tidak terlalu tinggi, maka mungkin saja benar bahwa yang diwaralabakan adalah lokasi-lokasi dengan resiko gagalnya tingkat menengah atau tinggi. Lokasi yang resiko gagalnya rendah tentu akan dibuka sendiri, dan seandainya tidak punya cukup modal, sepertinya bank tidak akan segan memberi pinjaman untuk bisnis yang rendah resikonya ini.

Semoga bermanfaat.

 

© 2016, Utomo Njoto

Senior Franchise Consultant dari FT Consulting – Indonesia.

Website: www.consultft.com

Email : utomo@consultft.com





Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.