Ads Top

Menilik Sejarah Kemunculan BO








Business Opportunity (BO) muncul  di Indonesia sejak 1993/1994. Istilah BO muncul sesudah kemunculan franchise pada 1970. Terutama franchise asing seperti KFC, 7 Eleven, Burger King, Shakey's Pizza, dan Swensens yang masuk ke Indonesia terlebih dahulu.  Kemunculan BO tak lepas dari para pelaku binis yang berupaya menyerupai bisnis franchise. Dengan kata lain, BO belum mencapai level menjadi bisnis unggulan seperti franchise, tapi mereka ingin disebut sebagai bisnis franchise.

Mereka (BO) baru memulai bisnis dan masih harus diuji waktu. Beberapa memang punya keunggulan dan keunikan, serta konsep bisnis. Tapi itu masih belum matang. Mereka masih harus diuji waktu dan uji pasar di beberapa daerah. Sementara franchise merupakan usaha unggulan yang sudah terbukti berhasil, punya keunikan, dan ada prototype, dan teruji waktu serta terdaftar di HKI.

Meski demikian, baik BO maupun Franchise sama-sama peluang bisnis. Akan tetapi peluang binis belum tentu franchise, dan kalau franchise sudah tentu peluang bisnis.

Kalau kita kaji lebih jauh, franchise itu ada ilmu dan sejarahnya. Bermula dari konsep pemasaran yang berkembang jadi konsep bisnis, hingga menjadi strategi perluasan. Sasarannya adalah mengatasi masalah SDM dan pendanaan serta resikonya. Ujung-ujungnya meningkatkan pangsa pasar. Nah banyak orang yang tidak mengerti akan hal ini.

Sementara kalau menilik sejarah BO di Amerika sendiri itu bermula dari kesempatan memperluas usaha & kemudian adaVending Machines. Sebuah  peluang bisnis semisal mesin Coca Cola atau rokok. Sebuah mesin  yang kita masukan koin dalam jumlah tertentu lalu keluarlah minuman Coca Cola atau rokok. Lalu ada juga peluang BO mesin cuci yang disewa. Ada juga peluang bisnis collector, penagih kwitansi.

Di Indonesia sejarahnya memang berlainan. Karena ketidak tahuan pelaku bisnis dan memang sukarnya menjadikan usaha jadi franchise maka “mentok” di BO. Sayangnya usaha itu tidak dimatengkan, pelaku bisnis juga tidak tahu kriteria franchise. Sehingga kebanyakan pelaku BO di Indonesia asal menjalankan saja, tidak ada visi jangka panjang. Malah beberapa pelaku tidak punya etika bisnis yang baik, memgaku franchise padahal masih BO. Itu kan namanya mau cepat cari duit. Karena itulah BO terus mendominasi di industri franchise Indonesia.

Berbeda dengan di luar negeri, terutama Amerika. Ada perbedaan antara franchise dan BO. Jadi ada aturan yang tegas. Sementara di Inggris, meskipun tidak ada aturan tegas tapi pelaku bisnisnya menjunjung etika bisnis. Di  Malaysia seperti Amerika aturan franchisenya. Sementara di Singapura seperti di Inggris. Di sana (Singapura) etika bisnisnya kuat dan rakyatnya juga mengerti.

Kendati demikian, tidak semua BO jelek. Cuma BO mesti diarahkan mau jadi apa kedepannya? Bahkan, suatu franchise memang kebanyakan awalnya BO. Baru kemudian menjadi franchise. Karena franchise dimulainya dari usaha yang sudah berhasil. Kalau BO tidak, dia awalnya coba-coba.

Karena itu, BO tidak boleh memungut franchise fee, karena franchise fee itu untuk membayar pengalaman dan keberhasilan usaha franchise tersebut. Maka seyogyanya orang yang berpengalamanlah yang menjadi franchisor.

Agar BO jadi franchise, pesan saya adalah para pelakunya jangan asalan mau cepat jadi duit, tahu etika bisnisnya bahwa usaha ini belum franchise. lazimnya BO belum memenuhi tiga kriteria, pertama yaitu usahanya sudah terbukti sukses (dilihat dari neraca rugi labanya 5 tahun), memiliki keunikan dan ada prototype atau gerai percontohan yang beroperasi di beberapa daerah yang dapat dikunjungi.





Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.