Ads Top

Resiliensi Dalam Dunia Franchise








Dunia franchise yang dinamis, sejalan dengan tekanan dunia bisnis yang semakin “hypercompetition” membuat kita melihat banyak sekali franchisee yang berguguran, walaupun di lain pihak kita juga temukan ada juga franchisee yang berhasil dengan sukses, banyak juga yang sampai memiliki outlet lebih dari satu. Bahkan ada yang berhasil tidak hanya di satu jenis franchise, tetapi juga di berberapa bidang franchise yang berlainan.

Tantangan untuk menjadi frachisee yang sukses selalu menggelitik kita untuk mengetahui apakah resepnya, apakah kunci keberhasilannya. Apa peran dibalik keberhasilannya? Seorang yang ingin menjadi pengusaha, tentu akan banyak dimudahkan dengan membeli produk atau jasa dengan bisnis model franchise.

Dengan brand yang sudah lebih dikenal, tidak perlu membuat prosedur sendiri, produk atau jasa yang sudah teruji kualitasnya dan diterima masyarakat, selalu menjadi bahan pertimbangan seorang investor untuk tertarik masuk dalam bisnis franchise.

Tetapi di lain pihak, kegagalan franchisee mengembangkan bisnisnya sering menjadi hal yang klasik, yang menjadi cerita berkepanjangan dengan berbagai versi. Tulisan kolom Human Capital kali ini kita akan mencoba membahas lebih jauh mengenai peran human capital dalam menghadapi dinamika dunia franchise, khususnya mengenali langkah dan upaya dalam menggapai keberhasilan para franchisee mengembangan bisnis franchisenya.

Kalau kita telaah bersama sebenarnya franchisee yang berhasil bukan karena faktor keberuntungan semata, bukan didapatkan dengan jalan yang mulus, tetapi justru banyak ditempa oleh dinamika bisnis yang berubah ubah dan membuat para franchisee berusaha untuk selalu mencari upaya dan inovasi baru demi mempertahankan bisnis franchisenya. Mereka memiliki “resiliensi” yang tinggi, tidak mudah menyerah dan mampu bangkit kembali.

Apakah sebenarnya resiliensi tinggi itu? Menurut Grotberg (1995) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk menilai, mengatasi, dan meningkatkan diri ataupun mengubah dirinya dari keterpurukan atau kesengsaraan dalam hidup. Karena setiap orang itu pasti mengalami kesulitan ataupun sebuah masalah dan tidak ada seseorang yang hidup di dunia tanpa suatu masalah ataupun kesulitan.

Hal senada diungkapkan oleh Reivich dan Shatte (1999: 26), bahwa resiliensi adalah kapasitas untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan atau trauma, dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari.

Dari uraian tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa resiliensi adalah kapasitas individu untuk mengatasi, dan meningkatkan diri dari keterpurukan, dengan merespon secara sehat dan produktif untuk memperbaiki diri, sehingga mampu menghadapi dan mengatasi tekanan hidup sehari-hari.

Kita sering mendengar cerita bahwa seorang franchisee begitu memutuskan membeli suatu produk atau jasa franchise, maka otomatis dia harus meletakkan kepercayaan yang tinggi terhadap franchisor nya. Pertanyaannya berapa lama kepercayaan tersebut dapat diletakkan? Banyak faktor yang mempengaruhi, tentunya yang sangat berperan adalah komitmen dari franchisor sendiri untuk selalu mendukung franchiseenya.

Namun bagaimana jika terjadi sebaliknya? Ada kalanya dalam perjalanannya, seorang franchisee sering menemui kesulitan dalam usaha franchise tersebut, seperti outlet yang sepi, bahan baku yang tidak teratur ketersediaannya, munculnya kompetitor yang baru di dekat lokasi usaha kita, karyawan yang berhenti secara mendadak, dan lain-lainnya.

Setiap masalah yang muncul membutuhkan upaya untuk dapat melepaskan jerat kesulitan tsb dan mampu mengatasinya dengan cepat. Jika franchisor siap membantu setiap kesulitan kita, tentu akan sangat meringankan franchiseenya. Tetapi jika franchisornya tidak mampu membantunya, maka di saat itulah perlu adanya semangat untuk bangkit, terutama jika bisnis semakin menurun.

Sangatlah penting untuk memahami bahwa kita tidak boleh membuat keputusan yang terburu buru untuk mengakhiri usaha yang sudah dirintis tersebut. Oleh karena itu perjuangan keras, fokus terhadap bisnis yang sedang dibangun serta mengenali dan menguasai dengan detail proses bisnis franchise tersebut diiringi dengan upaya dan kreativitas yang terus menerus akan menempa franchisee untuk mampu bangkit dari keterpurukan. Inilah yang disebut resiliensi yang tinggi dari seorang franchisee.

Kegagalan sekali tidak akan menyurutkan nya untuk berhenti tetapi justru memacunya untuk tidak terjadi kegagalan kedua. Jika kegagalan kedua terjadi, pun akan diterimanya dengan introspeksi dan analisa yang jujur sehingga mampu menggerakkan hatinya untuk berani bangkit lagi.

Resiliensi yang tinggi ini akan membuat bisnis kita akan tetap berkelanjutan dan berkembang. Mental resiliensi tinggi ini tentunya juga dapat ditularkan dari pemilik frachisee kepada teamnya. Human capital di dalam perusahaan akan melihat contoh dari pimpinan perusahaan.

Dengan demikian, anak buah pun tidak akan cepat merasa putus asa ketika menemui kesulitan di dalam pekerjaannya. Ada pepatah lama yang sangat saya sukai di kala kita menemukan jalan buntu dan merasa tidak berdaya dalam keterpurukan, yaitu When God close the door, somewhere He opens the window. Dengan membaca kalimat ini berulang, kita akan bersemangat untuk bangkit kembali dari keterpurukan kita. Semoga….!

Ir. Mirawati Purnama Msi. Director Change-Mate Consulting





Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.