Standard Pelayanan Harus Baku, Jangan Kaku
Pertengahan bulan November lalu, saya terbang ke Bali dengan maskapai yang berasal dari negeri tetangga. Saat itu, saya bermaksud memesan makanan dengan menekan tombol bantuan yang tersedia. Ketika pramugara datang, lalu saya sebutkan bahwa saya ingin memesan ‘nasi kuning Manado’ tetapi oleh pramugara tersebut dijawab ‘nasi tersebut habis’. Saya masih merasa pelayanannya tidak bermasalah. Setelah beberapa waktu kemudian, ketika troli yang menawarkan makanan dan minuman melintas, penumpang di belakang saya memesan menu yang sama dengan dan saya melihat ‘pramugara yang sama’ memberikan makanan tersebut. Lalu, saya terdorong untuk kembali bertanya ‘apakah nasi kuning manado masih ada?’ dan dijawab ‘sudah habis’. Saya bertanya lagi ‘mengapa penumpang di belakang saya yang tidak pesan dari awal justru mendapatkan nasi tersebut?’, ia menjawab bahwa prosedur layanan adalah dari belakang ke depan dan dari depan ke belakang. Wah... Kasian ya penumpang yang duduk di blok tengah. Para pembaca, ini adalah pengalaman buruk yang saya alami. Seperti halnya penumpang lain, saya juga punya ekspektasi/ harapan sederhana yaitu ingin dilayani dengan baik. Untuk itu ketika diberitahukan bahwa makanan dan minuman sudah bisa dipesan, saya langsung menekan tombol bantuan agar saya bisa dilayani dengan lebih cepat dan tidak sampai kehabisan (karena saya tahu stok yang dibawa sangat terbatas). Tapi sungguh di luar dugaan saya, ternyata apa yang saya harapkan ternyata tidak terpenuhi. Pramugara ‘tidak fokus’ sehingga ‘lupa atau tidak care’ bahwa ada penumpang yang pesan makanan. Setelah saya bertanya ulang, pramugara tadi segera mencari alasan yang tidak masuk akal. Dari cerita di atas, Anda bisa melihat bahwa pramugara yang melayani saya tidak mengerti tentang mengelola ‘harapan customer’. Pramugara tadi hanya menjalankan tugas seperti robot tanpa berpikir bahwa penumpang perlu diperhatikan dengan baik sesuai kebutuhannya. Ia tidak pernah peduli dengan customer karena yang dipikirkan hanya menjalankan prosedur baku. Ia berpikir bahwa saya hanyalah satu dari ratusan penumpang yang pesan makanan - sehingga wajar saja jika tidak perlu diperhatikan secara khusus (walaupun sesungguhnya saya sedang lapar dan harus minum obat). Peristiwa tersebut membuat saya tidak lagi ingin terbang dengan menggunakan maskapai tersebut. Saya menilai ini adalah pelayanan yang buruk dan efeknya akan sangat negatif bagi maskapai tersebut. Jika hal ini tidak segera diperbaiki maka akan makin banyak penumpang kecewa dan cerita buruk akan tersebar dengan cepat - yang ujungnya akan sangat merugikan perusahaan itu sendiri. Saya tidak sedang membandingkan dan membicarakan pelayanan kelas ekonomi vs bisnis, pesawat full service vs low cost, tetapi saya menggarisbawahi adalah bahwa hak customer tidak dipahami oleh pramugara yang bertugas. Saya tidak sedang berharap pelayanan yang ‘sangat luar biasa’ tetapi hanya berharap saya dilayani ‘dengan cara yang benar’ (saya sadar karena maskapai ini low cost airlines). Jadi, saya mengingatkan kepada semua pebisnis agar selalu memahami ekspektasi customer. Selain itu pebisnis harus selalu mengingatkan tim kerja untuk selalu menjalankan semua prosedur ‘secara baku’ tetapi ‘tidak kaku’. Ini penting untuk saya ingatkan berkali-kali karena faktor utama penyebab kegagalan service adalah karena ‘petugas’ menjalankan pekerjaannya secara kaku sesuai prosedur baku - yang akhirnya dianggap oleh customer sebagai sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak menyenangkan. Dalam dunia service, fleksibilitas dalam melayani customer menjadi salah satu hal penting yang harus selalu diperhatikan. Ingat! Tujuan Anda menjual produk atau jasa adalah melayani customer dan bukan untuk ‘gagah-gagahan’ dan ‘kaku-kakuan’ supaya terlihat canggih. Jadi kalau Anda kaku dan customer tidak senang, maka prosedur baku menjadi tidak berguna dan justru menjadi senjata makan tuan. Sekali lagi, service bicara tentang bagaimana memenangkan hati customer agar mereka senang dan bukan hanya bicara prosedur. Walaupun prosedur juga penting, tetapi jauh lebih penting untuk melayani customer dengan hati. Sebagai penutup, saya ingin katakan bahwa di era sekarang ini Anda tidak hanya menjual produk atau jasa tetapi yang harus Anda jual adalah ‘pengalaman’ dan ‘kebahagiaan’. Jadi kalau Anda belum bisa menjual dua hal tersebut, dapat dipastikan bisnis Anda tidak akan bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama walaupun Anda banyak mendapatkan award (penghargaan). Djoko Kurniawan ? Senior Consultant of Business, Franchise & Service Quality
Tidak ada komentar: